top of page

EVA Brief: BAJA (Saranacentral Bajatama) Q1 2022

  • Gambar penulis: Rio Adrianus
    Rio Adrianus
  • 29 Apr 2022
  • 3 menit membaca

Di analisa sebelumnya (Q3 2021), BAJA menunjukan remarkable EVA growth. Tidak pernah dalam sejarahnya, kondisi operational BAJA sebaik itu. ROIC mendekati 70%. Dalam seketika, BAJA menjadi perusahaan yang sangat profitable. Semua ini terjadi karena harga besi naik tajam. Strategi perampingan aset yang dilakukan management sejak tahun 2016 ikut berkontribusi dalam kenaikan economic profit, walaupun jelas magnitudenya tidak sebesar dari kenaikan harga besi. At that point, saya menilai BAJA memiliki potential return substantial selama tidak terjadi penurunan harga besi yang substantial.


Unfortunately, it did. Di akhir November 2021, hampir semua gain steel price selama bull market yang dimulai sejak awal 2021 hilang – hanya dalam kurang lebih sebulan. Impact event sebulan ini substantial.


ree

Gross margin langsung negatif dari historic high 2021.

ree

Perubahan drastis BAJA di Q1 2022 ini most likely tidak hanya karena steel price jatuh di akhir 2021 (yang mana ada good news bagi yang memperhatikan harga besi sejak awal tahun 2022), tapi karena ada development negatif dari oil price. Pembuatan produk besi adalah proses yang energy intensive. Seperti menambah minyak ke api, oil price naik tajam sepanjang Q1 2022 di saat harga besi baru mulai recover.

ree

Sebelum saya lanjut, pertama-tama kita perlu mengetahui overall impact dari semua development di steel and oil price ini.

ree

Kita bisa melihat sharp contraction setelah puncak Q3 2021. Berhubung estimasi quarterly yang saya gunakan menggunakan LTM, estimasi EVA Q1 2022 di atas masih diperlunak oleh data Q1 2021 yang bagus. Kita bisa expect kalau seandainya tidak ada perubahan kondisi, baik di harga besi ataupun harga oil – preferably both, EVA di tahun 2022 bisa kembali ke level buruk tahun 2018.


Now, if that happens, kalau tidak ada perubahan positif di oil and steel price, kondisi operational BAJA akan kembali menjadi sangat buruk dan jelas tidak ada margin of safety bahkan di harga sahamnya saat ini (236/share) (refer ke analisa sebelumnya dimana saya mendetailkan valuasi BAJA).


Tapi ada development positif di kedua market ini: steel and oil price. Yang satu lebih tidak spekulatif dari yang lain.


Di steel price, tidak ada unsur spekulatif disini. Steel price di sepanjang tahun ini telah meretrace 50% high 2021.

ree

Tapi untuk adanya kembali potential return substantial di BAJA, saya pikir development di steel price saja tidak cukup. Biaya produksi perlu turun. Di Q1 2022, biaya bahan baku naik 21% dari tahun sebelumnya. Kalau ha kenaikan bahan baku ini berkaitan dengan naiknya biaya energy (a.k.a oil price), maka development di oil price jelas krusial.


The good news, tapi sayangnya sifatnya spekulatif, adalah oil price saat ini menunjukan reaksi kuat di resistance signifikan.

ree

Lebih lanjut, oil price menunjukan respons kuat setelah mencapai equality measure dari bottom 2020 (box). Dunia sepertinya diberi ruang bernafas sebentar. Saya berharap untuk waktu yang lama.


Sebagai closing words, saya yakin ada pembaca yang heran mengapa saya tidak memberikan narasi di steel price. Lebih spesifik, dimana cerita keruntuhan real estate China? Pertama-tama, hard data menunjukan 50% recovery di steel price dalam 3-4 bulan. Kedua, saya tidak men-share antusiasme media popular dalam topik ini. Dalam konteks yang sentral dalam pemahaman saya, media Barat saat ini selalu mencari cerita keruntuhan ā€˜the sick man of Asia’ (and vice versa dari China). Selagi tidak bisa dipungkiri gelombang default di property China sedang terjadi, tapi impactnya di global market kemungkinan tidak longer lasting. Kalaupun ada debt crises di China, utang mereka kebanyakan dalam Yuan – pemerintah mereka bisa melakukan sesuatu sebagai currency issuer. Kita bisa lihat dari ā€˜zero COVID policy’ seberapa efektif pelaksanaan kebijakan di China.


Berhubung China adalah konsumen utama produk besi, maka tampaknya narasi media yang mensupport view keruntuhan China melihat kalau steel price tidak punya arah lain selain jatuh bebas. Masalah dari narasi ini adalah narasi ini diceritakan oleh pihak yang bersengketa dengan internal conflict yang tidak pernah separah saat ini (specifically, US and its allies – media lokal di Indonesia hanya tertarik headline international yang sedang hype untuk dipungut).


Kalaupun ada genuine concern yang reasonable, itu terletak dari konsekuensi yang terjadi ketika ada contagion dari debt crises di satu tempat yang mentrigger debt crises lainnya. Memikirkan domino effect ini terlalu besar untuk kepala saya. Kembali lagi, steel price data menunjukan 50% recovery. Tapi saya perlu mengingatkan kembali ā€˜kalau steel price saja jauh dari cukup di kondisi saat ini. Biaya energy adalah faktor krusial.


Setelah mempertimbangkan ulang development di atas, saya pikir skenario recovery BAJA masih belum off the table. Upside potential besar kembali ada kalau development di steel price setidaknya tidak menjadi lebih buruk, dan oil price turun.


Ā 
Ā 
Ā 

Komentar


© 2024 by Rio Adrianus

  • Black Twitter Icon
bottom of page