EVA Brief: WOOD (Integra Indocabinet) Q1 2022
- Rio Adrianus

- 6 Jul 2022
- 4 menit membaca
Semenjak IPO di pertengahan 2017, WOOD telah mengalami siklus roler coaster yang menghasilkan 2 market top. Market top pertama terjadi di tahun 2019 dengan bull market yang dimulai dari awal tahun 2018, tidak lama setelah IPO. Periode yang dimulai dari level ekspektasi moderate di low 2018 (200/share) berujung ke fase extreme dengan puncak di mid-2019 (1.000/share). EV/Capital mencapai 1,5x di puncaknya walaupun WOOD tidak pernah mencetak economic profit positif hingga saat itu, dan bahkan menjadi lebih buruk di tahun 2019.

Di tahun 2020, pandemi datang dan WOOD melanjutkan sharp downtrend yang dimulai sejak mid-2019. Big bear market di WOOD seharusnya tidak menimbulkan kekejutan untuk investor yang bisa melihat lebih dari net income dan memiliki konsep valuasi yang fungsional. WOOD menemukan bottom 2020 di 230/share dan hingga saat ini harga sahamnya jauh di atas level itu (610/share).
Bertolak belakang dengan common sense, economic performance WOOD di tahun 2020 jauh lebih baik dari tahun (as measured by EVA), dan semakin baik hingga saat ini sehingga menjadikan valuasi Mr. Market WOOD di bottom 2020 āexcessively pesimisticā. WOOD telah menyelesaikan satu siklus besar dari bottom 2018 ke bottom 2020. Setidaknya itu adalah pandangan saya. Sekarang kita lanjut mempertimbangkan development yang mungkin terjadi dengan konsekuensinya di siklus saat ini.

Economic performance WOOD di 12 bulan terakhir (LTM Q1 2022) melonjak drastis. Improvement ini adalah kelanjutan dari tahun 2020. Untuk pertama kalinya setidaknya sejak IPO, WOOD berhasil mencetak economic return yang melebihi dari cost of capitalnya. Return on Capital (ROIC) saat ini mencapai 12,4%. Jauh lebih tinggi dari kondisi sebelum tahun 2020 yang hanya bisa mencetak return on capital di sekitra 6-7%. Tapi perlu diingat kalau sebagus-bagusnya posisi WOOD saat ini, investor yang lebih konservatif mungkin lebih prefer untuk melihat WOOD sebagai perusahaan break-even. At any rate, implikasinya tanpa kelanjutan economic improvement, nilai intrinsic WOOD tidak berbeda jauh invested capital. Di saat ini, nilai net invested capital (invested capital minus debt) WOOD sekitar 700/share.


Dengan harga saham saat ini di 565/share, WOOD perlu mencetak EVA improvement lebih lanjut untuk menawarkan potential return yang menarik. Dalam pertimbangan future EVA outlook, saya memiliki view pesimistis. To be clear, seandainya kondisi bisnis WOOD di Q1 2022 bisa terus berlangsung (minimum sampai tahun depan), kita akan melihat EVA improvement by default karena Q1 2022 jauh lebih baik dari Q1 2021, sedangkan perhitungan LTM saat ini masih ditarik ke bawah oleh data Q1 2021 yang relatif lebih buruk.
Dari estimasi yang saya lakukan, seandainya kondisi ini berlaku, NPV (Net Present Value) bisnis WOOD akan sekitar positive Rp 850 M (EVA saat ini Rp 93 juta / 11% (cost of capital)) = Rp 850 M). Dengan harga saham saat ini di 565/share, Mr. Market menempatkan ekspektasi NPV WOOD sebesar negative Rp 978 M, yang membuat EV/Capital saat ini di bawah satu (0,9). Berhubung estimasi EVA di atas memakai data LTM, estimasi NPV sebesar Rp 850 M itu akan lebih rendah dari apa yang bisa dicetak WOOD di akhir tahun ini....kalau kondisi Q1 2022 saat ini tidak berubah. Dengan kata lain, ada alasan bagus untuk expect harga saham WOOD akan melebihi 700/share dan bahkan mencapai double top 2019 di 1.000/share kalau kondisi bisnis saat ini tidak berubah.
Return besar bisa ada karena investor tidak setuju satu dengan yang lain. Saya tidak setuju dengan pandangan kalau business as today could be maintained. Data yang saya lihat mengatakan demikian. Tentu saja saya bisa salah besar, dan return besar menjadi milik investor yang memiliki pandangan berbeda.
Kita perlu menyadari kalau sumber EVA improvement drastis 2020 sampai saat ini bisa terjadi karena growth di market export, terutama dari US. Hanya dalam 2 tahun, penjualan export mencapai sekitar 4 kali lipat dari tahun 2019. Massive liquidity dari program QE 2020-2021 jelas mengalir ke housing purchase.

Pembelian rumah baru di US melonjak sementara di tahun 2020. Pembelian rumah baru akan diikuti dengan pembelian appliances lainnya. Dalam sekejap, WOOD kebanjiran orderan untuk segala macam produk kayunya.
Tapi lonjakan pembelian rumah baru hanya berlangsung sebentar. Sekarang, pembelian new house di US turun drastis hingga balik ke level low 2020.

Generally, building permit dianggap sebagai leading indicator untuk housing purchase ke depan. Data buiding permit juga menunjukan optimisme untuk membangun bangunan baru sudah kehilangan momentumnya.

Kenaikan unit purchase ini diiringi dengan kenaikan harga rumah di US. Rata-rata harga rumah naik setidaknya 35% hanya dalam 2 tahun.

Semua data ini menunjukan kepada saya kalau masyrakat US sudah kehilangan purchasing power untuk membeli rumah baru yang jauh lebih mahal sejak QE massive selama pandemi dilakukan. Kenaikan Fed rates akan menambah pressure ke kondisi housing demand yang sudah collapse.
Saya tidak bisa melihat bagaimana business as today for WOOD bisa berlanjut. Lebih dari itu, bagaimana kalau seandainya US resesi (yang mana memiliki good historical record terjadi di fase monetary tightening)? Di sini, saya hanya tertarik mempertimbangkannya dalam konteks economic performance WOOD. Ini berarti saya mengesampingkan potensi risiko sistemik yang bisa ditrigger dari resesi US (seperti domino effect yang menyangkut massive debt crisis yang efeknya kemudian menjalar ke semua sektor).
A US Recession Scenario
Dalam skenario US recession, saya pikir kita bisa expect revenue dari export akan terkontraksi tajam. Kemungkinan balik ke level sebelum tahun 2020.

Di samping kontraksi revenue, saya asumsikan kalau shipping masih mahal. Dari indeks Baltic Dry, kita bisa melihat kalau shipping rates naik tajam sepanjang tahun 2021. Sekarang sudah turun, tapi masih tetap tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Tingginya shipping rates ini menurunkan operating margin WOOD. Selagi benefit dari kenaikan harga lumber di market tidak bisa saya lihat di WOOD, tapi kenaikan shipping fees ini jelas dampaknya. Sebelum 2021, selling expense per revenue berkisar 5-6%. Sekarang sekitar 15%. That eats up a lot of margin. Jadi skenario ini cukup suram. US resesi dan shipping rates masih tetap tinggi seperti sekarang. Suram, tapi saya pikir memiliki probabilitas yang lebih tinggi dari skenario lainnya yang lebih baik.
Tapi skenario yang paling lebih mungkin terjadi, dalam pandangan saya adalah shipping fee akan turun karena harga oil turun (lihat: oil intermarket analysis). Tapi penurunannya unlikely signifikan di tahun ini karena normalisasi memerlukan waktu. Di sisi lain, kontraksi lebih lanjut di US housing bisa dengan cepat menempatkan EVA balik ke level pre-2021. Di skenario ini, WOOD value akan berada jauh di bawah net capital. Estimasi saya menunjukan di skenario ini WOOD rentan dinilai 415/share. Dari technical chart, ada potential strong support sekitar 450/share.

On the flipside, kalau seandainya US housing market recover, yang mana berarti tidak ada resesi. Mr. Market saat ini menaruh pandangan yang terlalu pesimistis di 565/share. Investor yang memiliki pandangan ini harus memiliki pandangan yang jelas mengapa recovery di US housing market bisa terjadi (dan perlu recovery signifikan dari level saat ini yang sudah terkontraksi signifikan ā lihat new housing purchase chart di atas).



Komentar