top of page

EVA on IPO: DEPO (Caturkarda Depo Bangunan)

  • Gambar penulis: Rio Adrianus
    Rio Adrianus
  • 30 Jan 2022
  • 3 menit membaca

Saya teringat ketika PSBB ketat tahun 2020 berakhir, Home Depo yang saya lewati penuh semua. Mungkin aktivitas di rumah selama pandemi membuat lebih banyak orang ingin merenovasi rumah mereka. Home Depo menjual berbagai macam material jadi bangunan rumah, mulai dari ubin, genteng, sampai toilet. Dalam bayangan saya, bisnis seperti ini naik daun selama pandemi. Tapi saya akan membiarkan data berbicara, yang ternyata memberikan gambaran mix.


Secara overall, bisnis DEPO betul mengalami improvement sepanjang pandemi. Estimasi EVA selama 12 bulan terakhir (Q1 2021) sebesar Rp 52 Miliar dengan revenue Rp 2,3 Triliun. Laju pertumbuhan EVA momentum di 0,6% selama 3 tahun terakhir. Return on capital saat ini stabil di 20%. Pretty good.


ree

ree

Semua peningkatan EVA ini hampir semuanya terjadi karena Home Depot berhasil menaikan harga produknya, terutama ketika pandemi. Kita bisa melihat gross margin naik 2% di tahun 2020 dari tahun 2019.


Peningkatan gross margin ini adalah alasan utama kenaikan overall performance DEPO sejauh ini.

ree

Jika kita melihat lebih detail, kita bisa melihat kerapuhan dalam bisnis DEPO yang berpotensi melemahkan EVA ke depan.


Selagi DEPO mendapat benefit besar dengan menaikan harga produk selama pandemi, tapi revenue selama pandemi berkurang. Saat ini revenue DEPO terkontraksi 3,1% CAGR dalam 3 tahun terakhir. Revenue turun hampir 11% di tahun 2020, dan masih lanjut melemah hingga saat ini. Jadi tidak betul dugaan kalau pandemi membuat orang memesan lebih banyak material bangunan rumah.

ree

Apa yang seharusnya menjadi concern investor adalah kontraksi revenue ini diiringi dengan trend kenaikan fixed asset. Setidaknya sebesar Rp 53 Miliar dikeluarkan untuk ekspansi, most likely untuk pembukaan toko baru.

ree

Kita masih melihat kenaikan EVA sejauh ini karena development negatif di utilisasi fixed asset berhasil ditutupi dengan kenaikan harga produk. Tapi seandainya harga produk sudah tidak bisa dipush lebih jauh selagi management masih bersikeras mengejar revenue lebih besar dengan membuka toko baru...konsekuensinya adalah kontraksi EVA.


Sejauh ini belum ada indikasi ekspansi DEPO lebih lanjut. Saya bisa expect more or less EVA akan stabil di level saat ini selama pricing power DEPO masih bisa dimaintain.



Sekarang kita lihat seberapa menarik harga yang ditawarkan management DEPO ketika IPO 26 November 2021.


Dengan harga IPO di 620/share, DEPO dijual kepada publik dengan harga Rp 4,2 Triliun. Kalau seandainya semua revenue adalah milik shareholder, tanpa perlu dikurangi apapun, harga IPO ini sangat good deal karena revenue DEPO saat ini (LTM) sebesar Rp 2,3 Triliun. Hanya dalam 2 tahun investor langsung lebih dari balik modal.


Tapi tentu saja kenyataannya tidak demikian. Apa yang menjadi milik shareholder adalah uang yang tersisa. Revenue perlu dikurangi dengan ongkos-ongkos lainnya seperti raw material, gaji karyawan,...dan biaya modalnya, termasuk dari shareholders (biaya yang tidak akan diakui oleh akuntan, tapi kita tahu kalau modal dari investor tidak ada yang gratis). Tapi saya masih sering menemui justifikasi sebuah valuasi dari metriks Price/Sales.


Seperti grafik EVA di awal tunjukan, estimasi EVA DEPO saat ini sebesar Rp 52 Miliar. Saya tidak punya alasan bagus mengapa EVA DEPO bisa naik signifikan ke depan. Sebaliknya, saya bisa melihat kerentanan EVA DEPO saat ini. Jadi, being slightly optimistic, seandainya DEPO bisa memaintain level EVA saat ini, maka uang ekstra untuk shareholders (NPV) akan sebesar Rp 438 Miliar (Rp 52 M/12%). Ditambah dengan besarnya nilai net aset (capital invested) yang sudah ada saat ini sebesar Rp 602 Miliar, maka nilai bisnis DEPO sekitar Rp 1 Triliun. Jadi, DEPO ā€˜hanya’ perlu menghasilkan uang tambahan yang tidak ada di kondisi bisnis saat, dengan jumlah sekitar Rp 3 Triliun agar investor mendapat uang sebesar yang mereka beli di harga IPO. Dengan kondisi profitability saat ini (ROIC 20%), ekspektasi premium ini setara dengan mengharapkan revenue DEPO bisa 6x lipat dari saat ini (i.e Rp 14,6 Triliun vs Rp 2,3 Triliun saat ini). Mungkin bisa terjadi, but what are the chances? Highly unlikely bila kita melihat chart revenue di atas.

ree

Apa yang saya jabarkan adalah penjelasan mengapa membayar DEPO sebesar 7x EV/Capital (atau 6,7x PBV) adalah sebuah proposisi untuk losing a lot of money, most likely. Dan ini masih berlaku untuk harga saham DEPO saat ini di 482/share. Sebagai patokan, saya akan memberikan range yang jauh lebih reasonable dan jauh lebih menarik: 150-200/share. DEPO menjadi tambahan list IPO perusahaan bagus tapi dijual ke publik dengan inflated price, seperti Cimory (CMRY).

Ā 
Ā 
Ā 

Komentar


© 2024 by Rio Adrianus

  • Black Twitter Icon
bottom of page