EVA Brief: HOKI (Buyung Poetra Sembada) Q2 2022
- Rio Adrianus

- 16 Agu 2022
- 2 menit membaca
Tujuan analisa HOKI ini memiliki 2 tujuan utama. Pertama, sebagai reality check overall market (IHSG). Kedua, of course, assessment saham HOKI sebagai sarana investasi.
Di analisa IHSG sebelumnya yang mempertimbangkan technical weakness di indeks Thailand (SET), among other things, pembaca tahu kalau saya memiliki pandangan pesimistis untuk IHSG. Sangat pesimistis. Tapi saya sangat bullish untuk perusahaan komoditas (i.e CPO). Saat ini, view yang lebih banyak beredar adalah overall market Indonesia sedang dalam fase recovery post-pandemi (yang mana tidak betul untuk post pandemi. Jumlah kematian Jepang akibat variant COVID-19 B.A 5 saat ini sudah hampir mencapai peak record). At any rate, apapun preferensi orang dalam memandang pandemi, just look at IHSG: Itās at record level high!
Pandangan overall recovery ini kemudian menimbulkan banyak pandangan bullish di sektor consumer goods (notifikasi dari app Stockbit saya belakangan ini mensuggest kalau consumer goods adalah hot button saat ini). I bet they are wrong. Big downturn di IHSG akan berarti big downturn di BBCA (Bank BCA) dan TLKM (Telkom), and most likely, consumer goods seperti UNVR (Unilever) akan melanjutkan trend utamanya: downtrend.
Berbeda dengan tahun 2020, sekarang tempat makan sudah bisa beroperasi tanpa restriksi. Tidak ada lagi āhanya untuk take awayā. 1 tahun 6 bulan semenjak 2020 berlalu, apa yang terjadi? Revenue HOKI masih jauh di bawah tahun pre-pandemi 2019, dan bahkan masih di bawah tahun 2020 yang ketat.

Data revenue HOKI ini jelas bertentangan dengan pandangan economic recovery. Selagi saya setuju tingkat penjualan beras HOKI tidak memiliki hubungan langsung dengan purchasing power masyarakat di masa pre-pandemi, terutama karena ada produsen beras lainnya sehingga ada pengaruh besar di market share, tapi saya pikir jelas kalau 57% revenue dari tahun 2019 merupakan drop signifikan yang tidak bisa dijelaskan dengan perubahan market share ke kompetitor.
Di annual report HOKI tahun 2021, berulang kali management mengatakan kata āstagnantā. Not recovery, but stagnation. Di analisa HOKI sebelumnya saya mengatakan kontraksi signifikan penjualan beras cap Topi Koki ini sebagai indikasi semakin buruknya kondisi middle-class Indonesia.
Obviously, stagnansi demand ini sangat buruk untuk EVA karena HOKI masih mengejar strategi ekspansi pabrik pengolah padi untuk menangkap market share.


That strategy is now falling apart. Moreover, kalau seandainya pandangan saya benar untuk IHSG, ini most likely berarti kontraksi demand lebih lanjut.
Satu mekanisme bagaimana kontraksi demand ini bisa lanjut terjadi adalah dengan bertambahnya pemutusan hubungan kerja. It is noteworthy kalau jumlah pekerja Unilever, produsen consumer goods segala macam terbesar di Indonesia, berbanding lurus dengan harga sahamnya. Sedikit lebih buruk untuk jumlah pekerja. Dan data jumlah pekerja yang diberikan Unilever tidak memasukan jumlah buruh. Of course, seandainya, miraculously, gelombang pemutusan kerja tidak terjadi, kenaikan harga barang-barang juga sudah cukup untuk menurunkan kemampuan beli masyarakat. Dan untuk pandangan saya, saya sangat bullish untuk prospek kenaikan harga komoditas (Wheat Technical Charts: Higher Prices to Come).
Implikasi dari development EVA sejauh ini masih sama dengan analisa di awal bulan Maret lalu. Absen dari miraculous recovery, saya expect downtrend HOKI masih akan berlangsung dan rentan berada di bawah net capitalnya, yang mana dibawah harga IPO.
Technically, HOKI saat ini sangat bearish. Pullback kemarin gagal membawa HOKI melewati area resistance signifikan di 146-154. Ini adalah tanda market yang lemah.




Komentar