top of page

Oil Shock: Commodities Green Light, And…Red Light for Others

  • Gambar penulis: Rio Adrianus
    Rio Adrianus
  • 15 Jun
  • 5 menit membaca

Kenaikan signifikan crude oil di tanggal 13 Juni 2025 memberi konfirmasi kalau fase bull market komoditas telah dimulai kembali. Sekali lagi, fase ini adalah ‘konfirmasi – atau break-out’. Fase turning point komoditas sudah terjadi di September 2024 seperti yang saya jelaskan/prediksi di analisa “Natural Gas Major Turning Point: It Begins With It, and Ends With It” (29 Sept 2024). Casual market commentary mengatribusikan kenaikan crude oil ini karena eskalasi konflik Israel – Iran. Standard logic kemudian mendikte untuk memprioritaskan fokus terhadap perkembangan konflik ini. Dengan kata lain: kelanjutan eskalasi serangan Israel – Iran = oil price goes boom boom. That kind of thinking will not make you any money. Saya pikir kemungkinannya besar kalau crude oil sudah naik signfikan sebelum eskalasi yang sampai membutuhkan ‘US boots on the ground’.


Saya mulai analisa ini dengan sedikit pelajaran sejarah untuk membuat point kalau mengikuti berita tidak akan membuat Anda berhasil sebagai investor. Of course, jika kepercayaan umum ‘mengikuti berita’ itu betul, maka jurnalist financial sudah dipenuhi dengan investor sukses. That is not the case.


Retaliasi pertama Iran terhadap Israel terjadi di pertengahan April 2024 dimana Iran menyerang Israel dengan long range missile dan berhasil menembus iron dome. Here’s what happened to crude oil:


Chart 1: Crude Oil when Iran retaliates for the first time = downtrend

ree

Beberapa orang akan mempoint out kalau eskalasi Iran – Israel kali ini berbeda. Kali ini, drone Israel sangat berpotensi menghancurkan fasilitas oil di Iran.


Jika itu yang Anda percayai, maka saya akan mempoint out kalau perang Ukraine – Russia telah menghancurkan salah satu fasilitas gas terbesar di dunia. Sudah hancur permanent – bukan sekedar ‘berpotensi’. Sekarang pertanyaan saya, ‘kapan insiden Nordstream terjadi, dan apa yang kemudian terjadi dengan harga natural gas, terutama gas Eropa (TTF)?’. That’s the real history. Analyst geopolitik terbaik yang bisa dengan tepat memprediksi eksalasi-eskalasi perang WILL LOSE A LOT OF MONEY IN THIS MARKET.


Tapi kali ini saya percaya kalau retaliasi Iran kemarin membawa perubahan signifkan di crude oil market. Jadi, apa yang sesungguhnya berbeda? Bukan Iran. Untuk menjawab ini, kita memerlukan teori alternatif terhadap apa yang sesungguhnya menggerakan market.


Dalam pandangan saya, semenjak September 2022 (point dimana Nordsteam meledak), event-event geopolitik dan supply-demand bukanlah driving force yang membuat trend komoditas selama 2-3 tahun terakhir. Driving force ini adalah stimulus yang berasal dari central banks. Stimulus ini mengalir ke big funds sebagai likuiditas yang memungkinkan big funds super aggressive dalam membuat leveraged position. Extremely leveraged position ini memiliki 2 tema umum: Short commodities (excluding precious metals), and long stocks (tech & big banks). Stimulus telah membuat distorsi besar di financial market. Dengan demikian, forecast yang efektif akan memberi perhatian extra terhadap tanda-tanda kalau likuiditas dari stimulus ini telah mencapai climaxnya.  


Saya akan memberi emphasis kalau fase yang dimulai sejak September 2022 ini adalah anomaly. Di fase berikutnya (dimana kita baru di tahap awal di dalam fase baru ini), driving force market akan kembali didikte oleh supply-demand, dan analyst geopolitic bisa make money di market dengan common sense - probably.


Perubahan besar yang terjadi kali ini ditunjukan di Chart 2. Eskalasi Iran – Israel kali ini terjadi di fase dimana US 10y yield telah membuat bullish turning point di September 2024. Situasi kali ini berbeda dengan retaliasi di April 2024 dimana US 10y yield berada dalam downtrend. Target utama stimulus bank central adalah debt market. Perubahan besar sudah terjadi di September 2024 dimana terjadi key pivot di Natural Gas. Kita akan kembali lagi Natural Gas nanti.

 

Chart 2. Why This Time IS Different

ree

Sekarang kita akan membahas sedikit posisi crude oil saat ini. Dalam weekly chart, bar mid-June 2025 ini memiliki range terbesar setelah bar peak 2022 (Chart 3).  Wide-range bar Juni 2025 ini terjadi setelah kita memiliki tanda Selling Climax belum lama ini. Lebih dari itu, weekly bar ini juga telah menembus downtrendline.


Chart 3: Crude Oil Breaks Out

ree

And that’s not all. Di analisa “56: When The Second King Bottomed (Crude Oil)”, saya membuat 2 point utama: Pertama, posisi short fund managers berada di level extreme. Kedua, saham JP Morgan turun signifikan di key geometric level (lihat “280: When The King Peaks (JP Morgan)”).


Seperti yang saya katakan di atas, likuiditas dari stimulus memiliki 2 tema besar: short commodities (excluding precious metals), and long stocks (tech & big banks). Sekarang kita telah melihat trend reversal di keduanya.


Sebagai unrelated perspective, Chart 4 menunjukan break-out di indikator RSI. Hanya sedikit orang yang menyadari kalau RSI memiliki tendensi membentuk trend. Trendline di RSI perlu dilihat bersama dengan trend di price chart. Di kasus crude oil saat ini, keduanya membuat break-out.


Chart 4. RSI break-out

ree

Trend reversal di crude oil memiliki implikasi besar di market lainnya. Sekarang kita akan melihat Natural Gas untuk membuat full circle dari analisa September 2024 lalu. Kita akan melihat TTF (European Natural Gas), karena market ini adalah leading market di komoditas (excluding precious metals) dan menjadi alasan besar keberhasilan forecast September 2024. Chart 6 adalah posisi TTF ketika forecast dimulai.


Chart 5 menunjukan kalau TTF telah kembali re-test key level September 2024.

ree

Chart 6: TTF – How It Started

ree

More importantly, di TTF kita telah melihat sekuens Higher-High dan Higher Low.


In short, apa yang terjadi di energy market di tanggal 13 Juni 2025 adalah: crude oil menembus downtrendline, dan natural gas (TTF) membuat higher-high. Kita telah mendapat konfirmasi awal kalau bull market di energy market telah dimulai kembali.


Bull market di energy market ini berarti green light untuk komoditas lainnya seperti wheat, soybean, corn, dan CPO. As a matter of fact, kenaikan crude oil kemarin juga diiringi dengan kenaikan signifikan di saham-saham komoditas, tidak hanya energy producer seperti EQUINOR (Chart 7), tapi juga vegetable oils seperti Bunge (Chart 8).


Chart 7: Equinor Jumps

ree

Chart 8 Bunge jumps

ree

Development ini sangat bullish untuk saham CPO. Saya telah menjelaskan peran BG dalam membuat forecast untuk AALI di ‘Special Report: CPO Equities (AALI, LSIP, BWPT).’ Significant jump di BG kemarin menandakan likuiditas signifikan telah masuk ke BG (dan saham komoditas lainnya).


Bagaimana dengan coal? Jika trend sudah menjadi bull market di energy market, maka coal adalah energy yang paling undervalued saat ini. Hal yang sama juga berlaku sama untuk nickel dimana gap antara nickel dan copper sangat luar biasa extreme. That being said, saya notice ada pergerakan di saham perusahaan perkapalan yang mengantar nickel & coal. General rule applies: Tommorow’s winner is yesterday’s loser.


Sekarang kita ke bagian market yang mendapat red light: big banks.


Market saling terhubung, sehingga suatu forecast di satu big bank akan berlaku untuk big banks lainnya. Hal menarik yang saya perhatikan adalah, berbeda dengan komoditas dimana saham-saham komoditas Indonesia adalah lagging market (i.e saham CPO Indonesia belum lompat), tapi di big banks, big banks Indonesia bergerak terlebih dahulu. Sebagai contoh, market top JP Morgan terjadi setelah market top Bank BCA. This is still the case.


Chart 9 menunjukan posisi bank Mandiri (BMRI) di apa yang saya sebut sebagai critical failure. Setelah menembus uptrendline dan membentuk lower low, BMRI gagal menembus key level 5.500. This is a weak market.


Chart 9: BMRI critical failure as the leading market in big banks globally

ree

Secara umum, selagi harga saham komoditas naik di tanggal 13 Juni 2025, kebalikannya terjadi di saham-saham big banks. That alone should tell you something.

 
 
 

Comments


© 2024 by Rio Adrianus

  • Black Twitter Icon
bottom of page