top of page
Cari

Special Report: CPO Equities (AALI, LSIP, BWPT)

  • Gambar penulis: Rio Adrianus
    Rio Adrianus
  • 13 Mar
  • 17 menit membaca

Saya memegang pandangan kuat kalau bulan Juni 2024 adalah ‘pivotal moment’ untuk saham-saham CPO di Indonesia (lihat: “Geometrical Confluences in Palm Oil Stocks Is Here: AALI & LSIP”). Tapi kenaikan saham CPO dari key pivot ini hanya berlangsung sebentar dan kita kembali masuk ke fase downwave. Secara umum, harga saham penghasil CPO hingga saat ini masih di bawah low level di tahun 2018 dimana harga CPO sudah membuat bottom. Saat ini harga CPO di USD 1000/ton, lebih 2x dari bottom. Dari sisi produsen, saham AALI sekitar 50% lebih rendah dari pivot low 2018/2019. Begitu juga dengan BWPT. The best performer, LSIP, hanya sedikit di atas 2018 low. Ketiga saham ini trade di bawah book value mereka. Kenyataan ini jelas menimbulkan pertanyaan besar “Are they (CPO companies) THAT BAD?”.


Jika kita hanya berpatokan dengan harga saham saja dan memegang asumsi kalau harga saham adalah refleksi kondisi bisnis perusahaan, maka sulit untuk tidak keluar dengan kesimpulan kalau, “YES, They are THAT BAD”. Export tax telah berhasil menghancurkan bisnis perusahaan sawit yang seharusnya golden years. Di analisa ini saya akan memberikan pandangan berbeda. Kita akan melihat kondisi real bisnis perusahaan sawit secara komprehensif, kemudian kita akan meninjau posisi harga saham sawit dalam framework market cycle dan cross current global cashflow untuk melihat apabila ada divergence dengan vegetable oil producer lainnya. Kita akan menghabiskan lebih banyak waktu di bagian ini.


Quick Navigation:

 


Part 1: Fundamentals


Salah satu alasan utama mengapa analisa ini saya buat saat ini adalah BWPT, AALI, dan LSIP baru menerbitkan hasil laporan keuangan full year 2024 di awal Maret 2025. Ada 3 pengendali utama perkebunan sawit Indonesia, mereka adalah grup Astra, grup Salim, dan grup Sinarmas. AALI (Astra Agro Lestari) adalah grup Astra. LSIP (Perusahaan Perkebunan London Sumatra) adalah grup Salim. BWPT (Eagle High Plantations) memiliki hubungan erat dengan grup Sinarmas (dan sebuah BUMN Malaysia). Lebih dari itu, saya memiliki interest besar di BWPT.


So, are they really THAT BAD? Dalam menilai kondisi overall bisnis suatu perusahaan, saya melihat EVA (Economic Value Added) yang saya kalkulasi sendiri, bukan net income yang disediakan akuntan. Let’s see.


CPO companies Economic Value Added (calculated)

Di tahun 2024, dengan pengecualian AALI, perusahaan sawit hampir mencetak record high EVA dalam 10 tahun terakhir. BWPT menunjukan improvement paling kuat dan konsisten dari tahun 2020.


Secara garis besar, salah satu alasan besar improvement EVA ini bisa terjadi karena kenaikan harga CPO sehingga gross margin meningkat. Kesimpulan: Export tax tidak menghilangkan benefit dari kenaikan harga CPO. Perusahaan sawit saat ini dalam kondisi yang lebih baik dibanding titik terendahnya di tahun 2019.


CPO Companies Gross Margin (as reported)

Sedikit tentang AALI. Alasan utama mengapa EVA AALI di tahun 2024 tidak menunjukan improvement disebabkan tidak adanya perubahan gross margin. Mengapa demikian? Spekulasi saya adalah karena AALI mendapat ‘jackpot’. Jackpot ini adalah AALI diharuskan menjual CPO ke pemerintah untuk program biodiesel. Apa yang jelas terjadi, dan hal ini unik terjadi di AALI adalah gudang AALI semakin penuh dengan CPO yang belum terjual. Apabila AALI diharuskan menjual CPO ke pemerintah dengan harga di bawah market, maka masuk akal kalau management lebih memilih untuk menahan barang mereka lebih banyak di gudang, seperti yang terjadi secara menyeluruh di tahun 2022.


AALI Inventory Holding Periods

Management AALI mengclaim kalau barang di gudang tidak mengalami kerusakan (tidak ada impairment). Kalau hal ini betul, maka AALI mempunyai banyak stock yang bisa dijual apabila kondisi berubah (i.e AALI bisa lebih banyak menjual ke export market). Ini artinya, selagi EVA AALI saat ini underperform dari LSIP dan BWPT, tapi ada potensi untuk kenaikan EVA drastis di masa depan yang setidaknya akan melebihi LSIP.



BWPT Short Notes: Dramatic Improvement

 

Improvement drastis BWPT bukanlah sebuah overstatement. Untuk lebih mengapresiasi seberapa drastis perubahan ini, perhatikan chart EVA margin di bawah ini. EVA margin adalah profitability metric yang didapat dengan membagi EVA dengan revenue. Metric ini bisa digunakan untuk membuat ranking perusahaan berdasarkan profitability. Dari database EVA margin saya yang terdiri dari 100+ perusahaan, di tahun 2019-2020 BWPT mendapat ranking ‘rock bottom’ dengan EVA margin sebesar minus 80-90%.


Apa yang membuat EVA margin menjadi angka yang penting adalah ratio ini memberikan ‘rough idea’ tentang seberapa besar improvement yang dibutuhkan suatu perusahaan untuk menjadi ‘value neutral’ atau zero EVA. Sebagai refresher, perusahaan yang economically viable adalah perusahaan yang setidaknya bisa menghasilkan cukup operating profit sehingga EVAnya menjadi nol. Zero EVA margin adalah zero EVA, dan itu adalah kondisi bisnis yang bagus dimana ‘required return’ creditors dan shareholders terpenuhi – tidak kurang, tidak lebih. Dengan kata lain, kondisi financial BWPT saat ini sudah improve sangat banyak sehingga risiko terjadinya default utang sangat rendah.


BWPT EVA Margin: Significant Improvement

Untuk majoritas perusahaan, peluangnya sangat kecil untuk memutar EVA margin secara drastis dari posisi sangat buruk seperti BWPT. Sebagai contoh sekarang, saya tidak bisa membayangkan bagaimana WIKA (Wijaya Karya) bisa melakukan turn around. EVA margin yang sangat buruk seringkali menunjukan kalau perusahaan tersebut adalah ‘sinking ship’. Turn around ini bisa terjadi untuk BWPT karena nature dari bisnis perusahaan sawit adalah mereka tidak perlu melakukan additional investment untuk mendapat EVA growth – selama harga CPO naik.


Kenaikan harga CPO ini memberi improvement jauh lebih besar untuk BWPT karena starting point BWPT sangat buruk. Lebih spesifik, di tahun 2014 BWPT membeli lahan sawit muda dengan harga sangat mahal yang sekarang sudah mature dan harga jual hasil panennya naik. Fast forward sekarang, BWPT saat ini menikmati hasil panen sawit (yield/Ha) yang lebih besar dari tahun 2014 karena ladangnya sudah mature, dan harga jual produknya naik karena harga CPO naik – semuanya tanpa perlu investasi*.


Now, obviously, harga saham BWPT juga mengecewakan seperti AALI dan LSIP. Sedikit lebih mengecewakan. Di bagian berikutnya kita akan melihat lebih jauh dimana sektor CPO mengalami divergence dengan vegetable oil producer lainnya. Jadi ada shared weakness disini yang dialami di sektor sawit. Untuk BWPT, ada faktor tambahan lagi yang membuat harga saham BWPT underperform peersnya. Hal ini terkait dengan rumor kalau salah satu investor terbesarnya (Felda) berniat keluar dan meminta kompensasi besar. Bagian ini pernah saya jelaskan dengan detail di analisa ‘Reading Between The Lines of BWPT’. Point utamanya ini: It didn’t happen.


Apa yang terjadi adalah tidak ada perubahan dalam ownership di shareholders, tapi kondisi drastis COVID lockdown membuat BWPT menjual sebagian perkebunan CPOnya. Dari reported statement, BWPT menjual sekitar 40% lahan kepada ‘unrelated party’. This is very likely not true. Saya cukup yakin kalau pihak pembelinya adalah ‘related party’, a.k.a Felda. Jika ada lahan yang betulan dijual, jumlahnya jauh lebih sedikit. Alasan saya mengatakan demikian karena revenue DAN gross margin BWPT semakin meningkat dari tahun 2020. Kita berbicara penjualan 40% lahan disini. Simple logic mengatakan kalau seandainya revenue BWPT bisa dipertahankan dengan membeli CPO di ladang orang lain, seharusnya margin BWPT berkurang. Tapi bukan itu yang terjadi di BWPT. Keadaannya berbeda apabila lahan dijual ke related party (dugaan saya Felda). Selagi management BWPT akan mengakui kalau lahan 40% itu sekarang bukan di tangan BWPT lagi, tapi pada praktiknya tidak ada yang berubah: lahan Felda adalah lahan BWPT juga. Dengan asumsi ini, saya melakukan appropriate adjustment dalam perhitungan EVA BWPT di atas yang secara efektif memandang tidak ada penjualan lahan. Apabila saya tidak melakukan adjustment ini, kenaikan EVA margin di BWPT akan lebih drastis.


Seandainya apa yang saya duga ini betul, maka tidak ada lahan yang hilang dari kontrol BWPT. Dalam skenario ini, apa yang terjadi adalah major investor di BWPT (Felda) memberi pinjaman kepada BWPT dengan dalih ‘membeli lahan dari tangan BWPT’. Tadi kita berbicara tentang rumor Felda ingin hengkang dari BWPT (yang menyebabkan saham BWPT underperform dengan saham sawit lainnya). Tapi kalau saya betul tentang ini, maka apa yang terjadi adalah stake Felda di BWPT semakin besar. Dan cara bagaimana Felda menginjeksi uang ke BWPT ini beneficial untuk shareholders lainnya (seperti saya), karena Felda secara efektif memberi loan, jadi tidak mengubah struktur pemegang saham (a.k.a kepemilikan saham saya di BWPT tidak terdilusi). Terlebih, kreditor BWPT juga diuntungkan karena injeksi modal ini dipakai untuk bayar utang lama sehingga porsi utang BWPT semakin kecil (lihat chart bawah). Secara umum, mengutang kepada shareholders jauh lebih beneficial ketimbang mengutang kepada creditur karena aturan bayarnya jauh lebih longgar.


BWPT Questionable Land Sale to a 'Third Party'


BWPT Direct Benefit of That Questionable Land Sale

Dengan kata lain, underperformance BWPT vs peers (AALI, LSIP) hingga saat ini terjadi karena rumor buruk yang tidak kejadian (Felda tidak jadi keluar), dan ‘penjualan lahan’ yang setidaknya memberi efek neutral. Biar saya ulangi lagi. Ada 2 news besar di BWPT selama 4 tahun terakhir: rencana Felda untuk keluar dari BWPT & BWPT menjual banyak lahan. Keduanya adalah very bad news di mata orang awam dan news reporter. Saya melihat kalau keduanya adalah non-issue. Keduanya tidak mempengaruhi EVA. EVA BWPT akan terus meningkat seiring dengan kenaikan harga CPO sebagaimana sejauh ini sudah terjadi.


Jika improvement EVA seperti BWPT terjadi di perusahaan lain, in most cases, saham perusahaan itu sudah banyak naik. Kasus dimana pengecualian terjadi adalah apabila dalam waktu dekat, EVA perusahaan tersebut terkontraksi signifikan, seperti yang terjadi dalam kasus BAJA (karena harga steel jatuh). Jadi underperformance saham BWPT di tengah-tengah EVA improvement drastis seperti ini adalah kasus yang betul-betul exceptional. Tapi BWPT tidak sendirian di posisi ini. Seluruh sektor sawit mengalami underperformance signifikan relatif terhadap produsen oil seeds lainnya sejak peak 2021. Export tax menjadi alasan utama divergence ini terjadi. Kita akan membahas export tax di bagian akhir.


Konklusi dari analisa BWPT singkat ini adalah apabila fase divergence sektor sawit berbalik arah menjadi fase convergence, maka BWPT akan mendapat big boost dari 2 faktor: underperformance vs peers dan sector convergence.


*Untuk pembaca yang tertarik, di tahun 2019 saya membuat analisa lebih detail yang menjawab mengapa EVA BWPT akan mengalami EVA improvement drastis ketika harga CPO naik (Gain More Understanding With Sensitivity Analysis: BWPT Case).



LSIP Short Memo: A Clear Case of Undervaluation


Suatu perusahaan memiliki value melebihi aset yang dimilikinya apabila bisnisnya profitable. Tapi logic ini dilanggar di dalam kasus LSIP. Mengapa? Karena LSIP adalah perusahaan CPO. Sejak market high 2021, sektor CPO telah ditinggalkan investor global sehingga perkembangan fundamental apapun yang terjadi di salah satu perusahaan CPO tidak bisa mengubah general trendnya. Tapi bukan berarti analisa cashflow perusahaan tidak berguna. Malah sebaliknya. Undervaluation adalah kesempatan besar bagi investor yang terlepas dari paradigma kalau market itu efisien.


Di antara 3 perusahaan CPO disini (LSIP, AALI, dan BWPT), LSIP adalah satu-satunya perusahaan CPO yang hampir tidak memiliki utang. Dengan demikian, perusahaan ini terlepas dari risiko tuntutan legal dari kreditor yang bisa memaksanya tutup usaha apabila terjadi default (seperti yang terjadi dengan kasus Sritex). Untuk alasan ini, LSIP memiliki risiko paling rendah dalam pandangan saya (i.e jika skenario buruk terjadi – harga CPO nyungsep – LSIP memiliki kemungkinan paling besar untuk tetap bertahan).


EVA LSIP diperlihatkan kembali di chart bawah ini. Untuk LSIP, bull market CPO yang dimulai sejak low COVID Maret 2020 tidak hanya menghasilkan EVA improvement, tapi juga membuat LSIP economically profitable (EVA positif).


LSIP EVA: Positive!

Tapi walaupun dengan improvement EVA seperti ini, terutama di tahun 2024 dimana improvementnya drastis, harga saham LSIP masih di sekitar low 2018 – tahun dimana harga CPO membuat bottom. Di harga saat ini di 1.120, LSIP dinilai investor memiliki value dibawah asetnya (EV/Capital < 1), dan berada di valuation metric EV/Capital se-extreme COVID low.


LSIP Enterprise Value/Invested Capital

Ini mengimply kalau investor menaruh ekspektasi kalau EVA LSIP akan jatuh di masa depan (negative EVA growth expectation). Chart di bawah menunjukan (dengan framework EVA saya), kalau ekspektasi investor saat ini berada di level pesimisme yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Terlebih, ekspektasi negative ini persistent terjadi sejak COVID crash 2020. Trend ekspektasi ini 180’ dari sebelum 2020.


LSIP Share Price Decomposition: Highly Pessimistic Expectation

Pesimisme setinggi ini hanya bisa dijustified apabila trend CPO berubah menjadi big bear market. Apabila apa yang terjadi malah kelanjutan bull market di CPO, saya tidak menemukan kasus extreme undervaluation yang lebih jelas dari LSIP. Chart di atas adalah alasan mengapa saya percaya kalau export tax bukan satu-satunya alasan yang membuat sektor sawit underperform. Global liquidity telah meninggalkan sektor sawit di peak 2021 ketika export tax diberlakukan dan ketika massive outflow di emerging market terjadi di April 2024.




Part 2: Market Timing

 

Bagian market timing akan saya bagi menjadi dua bagian. Pertama, dimana posisi saham CPO dalam siklus besarnya. Kedua, kita akan melihat point-point dimana terjadi divergence antara saham CPO dengan vegetable oil producer lainnya. Point kedua menjadi penting karena seringkali bull market terjadi bersamaan.


Where We are in the Cycle


Ketika bisa dilakukan, saya memakai framework Elliott Wave dalam menilai dimana posisi suatu saham dalam siklus besarnya. Elliott Wave label di AALI ini adalah forecast Elliott Wave terlama yang pernah saya lakukan, dan yang masih bertahan.


Untuk menghemat waktu, saya tidak membawa chart-chart lama disini. Pembaca yang tertarik bagaimana Elliott Wave analysis di AALI dilakukan real time bisa membaca dan trace back di analisa ‘Improve Your Trend Analysis with Elliott Wave pt.2: AALI’. Anda akan menemukan kalau wave scenario AALI yang dimulai sejak Juli 2020 masih berjalan hingga saat ini.


Sebelum kita lanjut, alasan mengapa saya memilih AALI untuk Elliott Wave counting adalah karena saya bisa melihat wave count lebih jelas di AALI daripada LSIP, apalagi BWPT. Saya tekankan kalau trend besar saham-saham sawit ini sama. Bull market di AALI berarti bull market di LSIP dan BWPT.    


Dalam konteks Elliott Wave pattern, AALI saat ini berada di wave 2 dalam fase wave (3) yang lebih besar (lihat tanda panah di bawah).


Elliott Wave Theoretical Pattern

AALI telah menyelesaikan wave (2) di bulan Juni 2024 di level yang terhubung dengan golden ratio dalam forecast “Geometrical Confluences in Palm Oil Stocks Is Here: AALI & LSIP”.


AALI Elliott Wave Count (Updated 8 March 2025)

Sejak forecast di bulan Juni 2024 itu, AALI membentuk wave 1 kemudian koreksi wave 2 yang dalam, seperti yang terjadi dengan wave (2).


Kalau wave count AALI di atas betul, lalu apa yang bisa kita expect? Fase berikutnya adalah wave 3 di dalam wave (3) yang lebih besar. Fase ini hampir selalu menghasilkan explosive moves. Di dalam fase ini, jarang terjadi koreksi dalam.


Dari observasi saya sejauh ini, saya menemukan kalau fase gerakan kuat seringkali terjadi hampir bersamaan dengan related market lainnya.


 

Divergence and Convergence


Dalam dunia vegetable oils, saham produsen CPO sangat underperform dengan saham vegetable oils lainnya. Saya akan memakai saham Bunge (BG) sebagai referensi disini karena past correlationnya tinggi dengan AALI dan Bunge sendiri adalah produsen vegetable oils (excluding CPO) terbesar di dunia.


Kita bisa lihat di chart bawah ini kalau ada 2 inflection points besar yang membuat AALI sangat underperform BG setelah COVID crash. 2 point ini terjadi di Januari 2021 dan April 2024. Keep in mind Januari 2021. 


Inflection Points (Divergence) in CPO Equities

April 2024 adalah tanggal dimana massive liquidity meninggalkan equity market secara global. Outflow ini menandakan market top telah terjadi untuk majoritas saham di Indonesia yang mengalami bull market sejak pivot low 2022, seperti big banks. Pivotal moment ini ditandai terlebih dahulu dengan crash di saham bank terbesar Swiss UBS dalam forecast ‘Short memo pt.2: Banking Mad Cash Injection Miracle Is at Its End (UBS, The Canary In The Mine)’.


Semua hal ini saya katakan agar Anda bisa melihat kalau market saling terhubung – dari banking sampai komoditas (semua referensi adalah analisa/forecast yang saya lakukan real time). Bila Anda bisa melihat interkoneksi market-market ini, maka Anda tidak terkejut dengan sharp sell-off yang terjadi di AALI di akhir Februari 2025 yang mengakhiri wave 2. Sharp-sell off di AALI ini terjadi karena likuiditas telah mengalami significant shift seperti yang terjadi di April 2024.


Tapi liquidity shift kali ini jauh lebih besar karena kali ini akhirnya likuiditas telah meninggalkan market bubble paling besar di Indonesia: saham bank BCA (BBCA) – lihat:”Lunar New Year 2025: The Start of a Long Term Bear Market for BBCA”. Sharp downturn ini diawali dengan market top di JP Morgan (“280: When The King Peaks (JP Morgan)”). Di waktu yang berdekatan, government bonds di Europe mengalami sell-off besar-besaran, sehingga yield naik tajam. Kenaikan tajam di yield ini menandai point dimana trend besar bull market di interest rates (yields) akhirnya melanjutkan trend bull marketnya. Bull market di interest rates ini dimulai sejak 2020 dan mendapat big boost ketika invasi Rusia terjadi. Trend bull market ini kemudian memasuki fase koreksi di September 2022. Jika spekulasi saya betul, trend bull market di interest rates ini sudah lanjut kembali sejak September 2024. Kenaikan tajam yield di Europe yang terjadi di awal Maret 2025 ini adalah konfirmasi kalau trend besar bull market sudah berlangsung kembali (lihat juga analisa: 2 Most Important Charts).


Here’s the thing. Di analisa UBS itu saya menunjukan ada hubungan komoditas – credit market -dan saham bank. Versi singkatnya, bubble di big banks terjadi karena likuiditas yang membanjiri credit market sehingga junk bond spread saat ini sangat rendah. Yield spread sangat rendah ini bisa dipertahankan selama harga komoditas, terutama crude oil, tetap rendah. Dengan kata lain, apabila harga komoditas berbalik arah menjadi bullish, maka aliran likuiditas yang membanjiri credit market dan saham big banks akan berhenti. Itu tesis saya. So far, di bulan Maret 2025 yield spread (BofA OAS) telah naik tajam sejak European bonds mengalami sell-off besar-besaran, dan ini terjadi setelah Natural Gas naik banyak sejak September 2024. It looks like I’m right.


Sekarang perhatikan apa yang sudah terjadi. Saham ‘The King of Banking’ JP Morgan sudah mengalami sell-off tajam di pertengahan Feburari. Sebelumnya, di awal Februari, saham UBS mengalami big sell-off. Bagaimana dengan komoditas? The king of commodities – crude oil, kembali ke area big support 2023. Not looking good. Tapi perhatikan apa yang sudah terjadi di harga Natural Gas. Di akhir September 2024 saya membuat analisa “Natural Gas Major Turning Point: It Begins With It, and Ends With It”. Sejak itu, NatGas membuat rentetan higher highs dan higher lows. Price action NatGas ini membuat saya yakin kalau crude oil sudah membuat final pivot low saat ini dan dari point ini, bull market crude oil dimulai. Big bull market di komoditas sudah disini, termasuk CPO.


Chart terakhir menampilkan AALI dan Bunge (BG). Apa yang baru kita bahas adalah rationale mengapa bull market CPO belum berakhir, bahkan masih dalam tahap awal. Ini karena crude oil baru saja membuat major pivot low yang akan memulai bull market berikutnya. Kita bisa tahu skenario ini memiliki high probability karena harga saham JP Morgan sudah kolaps (dan junk bond spread semakin naik). Kenapa semua ini penting untuk AALI? Bull market AALI membutuhkan bull market di CPO.


Sekarang di dalam konteks yang lebih sempit ini (timing yang lebih precise), kita akan memakai informasi dari saham BG. Lihat kembali skenario Elliott Wave AALI sebelumnya. Kita ingin tahu apakah AALI sudah menyelesaikan wave 2 di tanggal 28 Februari kemarin ketika saham BBCA juga mengalami sell-off. Dari pengamatan saya, major pivot yang memulai strong movement seringkali beresonansi dengan market lainnya yang related.


Chart di bawah menampilkan kembali AALI dan BG dengan scaling spesifik yang menampilkan pivot high Juli 2023 yang dishare di kedua saham dan sebuah pivot low di tengah-tengah. Apa yang chart dibawah ini tunjukan adalah AALI dan BG saat ini terhubung dalam proporsi yang sama dari high Juli 2023. Saya menyebut posisi ini sebagai sinkronisasi (atau convergence) dari fase divergence yang dimulai sejak April 2024 ketika major sell-off terjadi di emerging market.


AALI & BG Convergence


CPO Chart Analysis


Sejauh ini kita telah membahas saham CPO dari economic profit (EVA) dan chart works yang kompleks. Saatnya kita melihat market trend CPO.


Semenjak September 2024, harga CPO dan soybean bertemu. Point ini menjadi turning point signifikan di kedua market. Sekarang Anda bisa melihat mengapa fokus kita di saham sawit (AALI) harus mengikutsertakan saham BG.


How CPO Began Its Bull Market In 2024

Soybean oil di awal Maret ini mengalami sharp sell-off seperti yang terjadi dengan crude oil. Semua market ini saling terhubung. Apabila crude oil sudah berada di turning point, begitu juga dengan soybean oil. Implikasinya terhadap CPO jelas.


Anda masih ingat dengan Januari 2021? No? Lihat kembali chart BG dan AALI di atas. Itu adalah point divergence pertama antara BG dan AALI. Tanggal itu juga menandakan point divergence antara AALI dengan CPO. Seperti yang bisa Anda lihat, level Januari 2021 ini di 921 USD/ton menjadi magnet harga CPO.


CPO Connection

Sekarang kita akan menggunakan level Januari 2021 ini untuk menjawab sejauh mana bull market CPO bisa berlangsung. Level 921 secara jelas menampilkan area ‘congestion’ yang dimulai sejak Juli 2022. Congestion ini memotivasi saya untuk mempelajari point and figure chart. Ini karena saya tahu point and figure memiliki cara superior dalam memberikan target berdasarkan ‘congestion’.


Kalkulasi yang saya lakukan memberikan target konservatif di 1.630 (peak tahun 2022) dan target yang lebih tinggi di 1.780.


CPO P&F Target

 

Dalam big picture, trend harga CPO yang berlangsung sepanjang 2014-2019 sudah mengalami reversal. Ini terjadi karena fase oversupply CPO sudah berakhir di tahun 2019. Chart di bawah ini menunjukan kalau AALI sudah berhenti melakukan investasi di ladang baru (immature) sejak tahun 2015. Tanpa pohon sawit baru, tidak ada lagi buah sawit tambahan.


AALI CapEx Composition: No More Young Plantation After 2015

Pohon sawit memberikan panen buah optimal setelah 7 tahun. Jika kita berasumsi kalau investasi besar AALI di tahun 2014-2015 adalah ladang sawit muda yang berumur 3-4 tahun, dan kalau kita juga berasumsi kalau pemain-pemain lain di CPO juga melakukan hal yang sama (seperti BWPT di tahun 2014), maka kita bisa expect kalau puncak supply CPO terjadi di sekitar tahun 2019.


Apa itu yang terjadi? Saya pikir begitu. CPO inventory Malaysia mencapai peak di akhir tahun 2018 dan semenjak itu, trend inventory berubah total.


Trend Change in CPO Inventory Since 2018 Peak



Export Tax


Seandainya CPO bisa ke peak 2022, apa yang akan terjadi dengan economic profit AALI, LSIP, dan BWPT? Saya percaya EVA mereka akan jauh lebih tinggi dari saat ini. Dari chart EVA di awal kita tahu di full year tahun 2024, perusahaan-perusahaan ini mencetak trend EVA yang lebih baik dari tahun 2022 (dengan pengecualian AALI untuk alasan yang saya yakin tidak akan permanent). Saya telah menunjukan kalau peningkatan ini terjadi (partly) karena gross margin mereka meningkat. Gross margin meningkat padahal harga CPO masih jauh di bawah peak 2022, bagaimana bisa? Kita perlu ingat kalau harga CPO baru betul-betul di atas range 2023-2024 hanya terjadi di 3 bulan terakhir tahun 2024. Jadi jelas kalau perusahaan-perusahaan CPO ini (dengan pengecualian AALI) telah menemukan cara untuk bisa mendapatkan lebih banyak benefit dari harga market CPO.


Ada atau tidak foul play sehingga mereka bisa mengurangi beban pajak ekspor adalah hal yang worth to consider. Di sini saya ingin melihat apa yang akan terjadi kalau harga CPO lanjut naik. Lebih spesifik, apakah sudah ada keringanan pajak ekspor CPO di pemerintahan Prabowo?


Chart di bawah menunjukan total export tax (levy & export tax) per harga CPO acuan (USD/ton)**. Berhubung pemerintah mengubah-ubah range harga referensi, saya memakai harga dimana terjadi overlap. Anyway, berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini, jelas kalau pajak ekspor lebih kecil dari skema tahun 2022 di harga CPO yang lebih tinggi dari saat ini.


CPO Export Tax: Then vs Now

**Dalam pelaksanaannya di tahun 2022, export tax yang dibayar perusahaan jauh lebih tinggi karena harga CPO turun dengan sangat cepat tapi pemerintah masih memakai harga referensi lama yang jauh lebih tinggi.

 

Selalu ada kemungkinan pemerintah backtrack kebijakan mereka ketika harga CPO semakin naik. Kita perlu ingat kalau likuiditas global meninggalkan saham CPO Indonesia di Januari 2021, tidak lama setelah pemerintah menerapkan aturan pajak ekspor. Export tax akan tetap menjadi wild card dalam fase bull market CPO ini. So far, pemerintahan Prabowo memiliki skema export tax yang lebih kecil. Sejauh ini price ceiling untuk pajak progresif di USD 1480/ton, di bawah peak 2022 dan target point and figure. Kalau tidak ada perubahan peraturan, maka seandainya harga CPO tembus 1480, maka export tax/price yang saat ini di sekitar 25% akan semakin rendah dan hal ini akan menghasilkan peningkatan gross margin perusahaan sawit yang substantial.

 



Key Takeaways


Kita telah membahas banyak hal disini dan mungkin membingungkan bagi pembaca yang tidak aware kalau market saling terhubung. Tapi mengerti kalau market saling terhubung adalah kunci dalam membuat market timing.


Sejak peak awal 2021, ketika kebijakan export tax diberlakukan, trend harga saham CPO dengan harga saham produsen oil seeds lainnya (seperti BG) mengalami divergence. Divergence ini juga berlaku terhadap harga CPO sendiri. Sejak point ini, saham CPO mengalami severe underperformance dengan produsen oil seeds lainnya. Periode underperformance ini diperparah dengan inflection point yang terjadi di April 2024 ketika terjadi massive capital outflows di Indonesia. Kedua inflection points ini membuat saham LSIP trade di harga jauh di bawah net assetnya (EV/Capital 0,3).


Tapi big reversal tampaknya sudah terjadi. EVA improvement sudah jelas terjadi di tahun 2024 (dengan pengecualian AALI, tapi dari data inventory kita bisa melihat kalau AALI menahan banyak barangnya). Walaupun EVA improvement jelas terlihat di LSIP, valuasi LSIP saat ini seperti di saat COVID crash 2020. Jika Anda percaya kalau market berubah dari satu extreme (optimisme) ke extreme lainnya (pesimisme), maka Anda perlu bertanya, apakah ini menandakan big risk atau big opportunity. Dari perspektif Elliott Wave Principle, struktur AALI tampaknya sudah menyelesaikan wave 2 di pivot Juni 2024. Ini artinya sektor sawit sudah berada di awal wave 3 dimana bull leg yang akan terjadi akan mengantar AALI jauh melebihi peak 2021. Skenario Elliott Wave ini berarti mengimply convergence dengan saham produsen oil seeds lainnya (BG). Di dalam konteks divergence-convergence ini, posisi AALI saat ini proportional dengan BG, seperti halnya bull leg di CPO baru terjadi ketika soybean oil membuat retracement yang mirip dengan CPO (dan dengan hasil harga yang sama untuk kedua market).


Skenario bull market di sektor sawit jelas membutuhkan kelanjutan bull market di CPO. In turn, bull market CPO tidak terjadi secara vacuum. Dari point and figure chart, kita bisa melihat area congestion dari tahun 2022 – 2024 yang memberikan target price di peak 2022 lalu dalam kalkulasi konservatif. Di sepanjang sejarah komoditas, bull market di agrikultur terjadi ketika crude oil juga mengalami bull market. Kita sudah menyaksikan kenaikan harga signifikan di Natural Gas sejak September 2024. Di awal Maret 2025 ini kita juga menyaksikan lonjakan di European government bond yield. Periode bull market di government bond yield (interest rates) memiliki high probability terjadi di periode inflasi tinggi. Market bubble yang terkonsentrasi di big banks dan high tech (termasuk PANI, BREN, dan ICBP) memiliki high probability menjadi bear market dalam periode high interest rates.



Disclaimer: Saya memiliki exposure besar di saham BWPT


 
 
 

Comments


© 2024 by Rio Adrianus

  • Black Twitter Icon
bottom of page